3 Soal (Uraian) Teori Belajar Bahasa dan Jawaban
Contoh Soal (Esai) Tentang Teori Belajar Bahasa

1. Apa saja yang menjadi landasan teori belajar bahasa?
Jawaban:
Landasan teori belajar bahasa:
1) Teori Behavioristik
Bapak behavioristik yang terkenal di Amerika yaitu John B. Watson (1878 – 1958). Bahasa merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Teori behavioristik memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Seorang berhavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respon tertentu yang dikuatkan, respons itu akan menjadi kebiasaan; (contoh: Anak yang minta susu pada ibunya oleh ibu diberi susu) maka hal ini apabila selalu dituruti oleh ibu, sang anak akan minta susu dengan cara seperti itu terus. Pernyataan ini diteliti oleh Skinner yang dikenal dengan teorinya belajar disebut operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi di mana manusia/binatang mengirimkan respons /oprerant (ujaran/kalimat) tanpa ada stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan.
Pendapat Skinner ditentang Ogzleh Noam Chomsky (1959), tetapi pada tahun 1970, Kenneth Mac Corquadale memberikan jawaban atas kritikan Chomsky. Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat dengan Skinner bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai pada kapasitas memperoleh bahasa, perkembangan bahasa, hal bahasa, dan teori makna.
Ahli Psikologi mengusulkan modifikasi teori behaviorisme, contohnya terori modifikasi yang dikembangkan dari teori Pavlov, yakni teori kontiguitas.Misalnya pengertian makna, dipertanggungjawabkan dengan pernyataan bahwa rangsangan kebahasaan (kata/kalimat) memancing respons mediasi, yakni swastikulasi.
Charles Osgood menyebut swastimulasi sebuah proses mediasi representasional, yakni proses yang tidak tampak yang bergerak dalam diri pembelajar. Teori mediasi menjelaskan hakikat bahasa dengan makna berbau mentalisme. Dalam teori mediasi masih terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, hakikat bahasa dan hubungan integral antara makna dan ujaran tak terpecahkan
Pendukung teori behaviorisme yang lain adalah Jenkins dan Palermo (1964). Mereka mensitesiskan linguistik generatif dengan pendekatan mediasi untuk bahasa anak.Anak memperoleh kerangka tata bahasa struktur frase dan belajar ekuivalensi stimulus respons yang dapat diganti dalam tiap kerangka.
Teorinya Jenkis dan Palermo mengalami kegagalan untuk menjelaskan hakikat bahasa yang abstrak.Pendapat ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa dan ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tak tersentuh.
2) Teori Generatif
Teori Nativisme
Teori nativisme dihasilkan dari pernyataan bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Lenneberg (1967) menyatakan bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan,dan mekanisme bahasa yang lain ditentukan secara biologis. Teori Nativisme Chomsky dalam Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (Language Acquisition Device). McNeill mendeskripsikan LAD menjadi empat bakat bahasa. Kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tak mungkin. Kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh. Tata bahasa anak mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar). Ujaran anak satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata terpisah dan bukan dua kata yang dilempar bersama. Kalimat – kata tumpu + kata terbuka.
Sumbangan teori nativisme:
Bebas dari keterbatasan dari metode ilmiah untuk menjelajah sesuatu yang tak tampak, tak dapat diobservasi, berada di bawah permukaan yang tersembunyi, struktur kebahasaan yang abstrak yang dikembangkan anak.
Deskripsi bahasa anak sebagai sistem yang sah, taat kaidah, dan konsisten. Bahasa anak pada tiap tahap itu sistematik, artinya anak secara berkelanjutan membentuk hipotesis dasar dengan masukan yang diterimanya dan menguji kebenarannya.Hipotesis tersebut terus direvisi, dibentuk lagi, atau kadang dipertahankan.
Konstruksi sejumlah kekayaan potensial dari tata bahasa universal.
Teori Kognitifisme
Slobin (1971) mengatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik bergantung pada perkembangan kognitif.Urutan perkembangan itu ditentukan oleh kompleksitas semantik daripada kompleksitas struktural.
Bloom (1976), penjelasan perkembangan bahasa bergantung pada penjelasan kognitif yang terselubung.Apa yang diketahui anak menentukan kode yang dipelajarinya untuk memahami pesan dan menyampaikannya.
3) Teori Konstruktivisme
Peneliti bahasa melihat bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk dapat menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain, dan untuk keperluan diri sendiri sebagai manusia.
Kognisi dan perkembangan bahasa. Pieget menggambarkan perkembangan sebagai hasil interaksi anak dengan lingkungannya, dengan interaksi komplementer antara perkembangan kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka.Penjelasan tentang perkembangan bahasa anak tergantung pada penjelasan faktor kognitif yang menjadi penyangga bahasa.Apa yang diketahui anak menentukan apa yang mereka pelajari tentang kode bahasa.
Slobin menyatakan bahwa semua bahasa belajar makna yang tergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu daripada kompleksitas bentuknya. Interaksi sosial dan perkembangan bahasa disekitar pebelajar akan berpengaruh dalam perkembangan kognitif karena disesuaikan dengan jenjang uusia anak.
Bahasa pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif.Dalam perspektif ini, jantung bahasa, fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji. Seperti contohnya seorang anak dapat memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara jika si anak mengetahui dan dalam konteks social yang sama dengan pembicara maka masalah yang disampaikan akan jelas diterima oleh sang anak.
2) Berbicara
Yang dimaksud dengan berbicara ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur dengan memakai bahasa lisan.
Adapun tujuan pengajaran berbicara antara lain:
Melatih siswa melahirkan isi hatinya (pikiran, perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan kalimat yang baik.
Memperbesar dorongan batin akan melahirkan isi hatinya.
Memupuk keberanian berbicara pada anak-anak.
Menambah perbendaharaan bahasa anak.
Dari sudut psikologi humanismenya adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya.
3) Membaca
Membaca adalah mengarahkan siswa untuk dapat mengetahui sesuatu dengan cara langsung mencari/membaca sendiri dalam buku. Melatih siswa menangkap arti bacaan itu dalam waktu yang singkat.Melatih siswa belajar sendiri, untuk memperoleh pengetahuan (nilai praktis).
Membaca dengan teknik yang baik tidak hanya soal gerakan mata (soal lancar), tetapi meliputi pula tepatnya lagu, tekanan, dan lafalnya.
Dengan demikian, tujuan membaca teknik dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Mengajarkan/melatih membaca dengan lancar dan jelas, dengan jalan:
membuat lompatan-lompatan mata yang besar.
mengurangi lompatan-lompatan balik.
memperhatikan isi bacaan sehingga proses asimilasi berlangsung dengan baik.
Mengajar membaca dengan tepat. (Ini juga dipengaruhi proses asimilasi).
Mengajar membaca dengan lagu yang tepat (seperti orang bercakap-cakap), tanda baca menunjukkan jalannya.
Mengajar membaca dengan ucapan yang tepat (lafal harus jelas).
Tujuan membaca:
Meningkatkan kecepatan pemahaman siswa
Memperbaiki kemampuan membaca oral /lisan
Meningkatkan kemampuan apresiasi sastra (menghargai, menggauli, dan menilai karya sastra)
Meningkatkan minat baca
4) Menulis
Menulis adalah kegiatan mengarahkan siswa agar dapat terampil dalam menyusun/memakai bahasa Indonesia dengan baik. Hal ini bertujuan agar siswa dapat aktif dalam mempelajari pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tujuan pengajaran menulis
Siswa mampu menyusun karangan
Siswa mampu menggunakan kaidah bahasa
Siswa mampu berimajinasi
1) Teori Behavioristik
Bapak behavioristik yang terkenal di Amerika yaitu John B. Watson (1878 – 1958). Bahasa merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Teori behavioristik memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Seorang berhavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respon tertentu yang dikuatkan, respons itu akan menjadi kebiasaan; (contoh: Anak yang minta susu pada ibunya oleh ibu diberi susu) maka hal ini apabila selalu dituruti oleh ibu, sang anak akan minta susu dengan cara seperti itu terus. Pernyataan ini diteliti oleh Skinner yang dikenal dengan teorinya belajar disebut operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi di mana manusia/binatang mengirimkan respons /oprerant (ujaran/kalimat) tanpa ada stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan.
Pendapat Skinner ditentang Ogzleh Noam Chomsky (1959), tetapi pada tahun 1970, Kenneth Mac Corquadale memberikan jawaban atas kritikan Chomsky. Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat dengan Skinner bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai pada kapasitas memperoleh bahasa, perkembangan bahasa, hal bahasa, dan teori makna.
Ahli Psikologi mengusulkan modifikasi teori behaviorisme, contohnya terori modifikasi yang dikembangkan dari teori Pavlov, yakni teori kontiguitas.Misalnya pengertian makna, dipertanggungjawabkan dengan pernyataan bahwa rangsangan kebahasaan (kata/kalimat) memancing respons mediasi, yakni swastikulasi.
Charles Osgood menyebut swastimulasi sebuah proses mediasi representasional, yakni proses yang tidak tampak yang bergerak dalam diri pembelajar. Teori mediasi menjelaskan hakikat bahasa dengan makna berbau mentalisme. Dalam teori mediasi masih terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, hakikat bahasa dan hubungan integral antara makna dan ujaran tak terpecahkan
Pendukung teori behaviorisme yang lain adalah Jenkins dan Palermo (1964). Mereka mensitesiskan linguistik generatif dengan pendekatan mediasi untuk bahasa anak.Anak memperoleh kerangka tata bahasa struktur frase dan belajar ekuivalensi stimulus respons yang dapat diganti dalam tiap kerangka.
Teorinya Jenkis dan Palermo mengalami kegagalan untuk menjelaskan hakikat bahasa yang abstrak.Pendapat ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa dan ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tak tersentuh.
2) Teori Generatif
Teori Nativisme
Teori nativisme dihasilkan dari pernyataan bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Lenneberg (1967) menyatakan bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan,dan mekanisme bahasa yang lain ditentukan secara biologis. Teori Nativisme Chomsky dalam Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (Language Acquisition Device). McNeill mendeskripsikan LAD menjadi empat bakat bahasa. Kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tak mungkin. Kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh. Tata bahasa anak mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar). Ujaran anak satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata terpisah dan bukan dua kata yang dilempar bersama. Kalimat – kata tumpu + kata terbuka.
Sumbangan teori nativisme:
Bebas dari keterbatasan dari metode ilmiah untuk menjelajah sesuatu yang tak tampak, tak dapat diobservasi, berada di bawah permukaan yang tersembunyi, struktur kebahasaan yang abstrak yang dikembangkan anak.
Deskripsi bahasa anak sebagai sistem yang sah, taat kaidah, dan konsisten. Bahasa anak pada tiap tahap itu sistematik, artinya anak secara berkelanjutan membentuk hipotesis dasar dengan masukan yang diterimanya dan menguji kebenarannya.Hipotesis tersebut terus direvisi, dibentuk lagi, atau kadang dipertahankan.
Konstruksi sejumlah kekayaan potensial dari tata bahasa universal.
Teori Kognitifisme
Slobin (1971) mengatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik bergantung pada perkembangan kognitif.Urutan perkembangan itu ditentukan oleh kompleksitas semantik daripada kompleksitas struktural.
Bloom (1976), penjelasan perkembangan bahasa bergantung pada penjelasan kognitif yang terselubung.Apa yang diketahui anak menentukan kode yang dipelajarinya untuk memahami pesan dan menyampaikannya.
3) Teori Konstruktivisme
Peneliti bahasa melihat bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk dapat menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain, dan untuk keperluan diri sendiri sebagai manusia.
Kognisi dan perkembangan bahasa. Pieget menggambarkan perkembangan sebagai hasil interaksi anak dengan lingkungannya, dengan interaksi komplementer antara perkembangan kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka.Penjelasan tentang perkembangan bahasa anak tergantung pada penjelasan faktor kognitif yang menjadi penyangga bahasa.Apa yang diketahui anak menentukan apa yang mereka pelajari tentang kode bahasa.
Slobin menyatakan bahwa semua bahasa belajar makna yang tergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu daripada kompleksitas bentuknya. Interaksi sosial dan perkembangan bahasa disekitar pebelajar akan berpengaruh dalam perkembangan kognitif karena disesuaikan dengan jenjang uusia anak.
Bahasa pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif.Dalam perspektif ini, jantung bahasa, fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji. Seperti contohnya seorang anak dapat memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara jika si anak mengetahui dan dalam konteks social yang sama dengan pembicara maka masalah yang disampaikan akan jelas diterima oleh sang anak.
2) Berbicara
Yang dimaksud dengan berbicara ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur dengan memakai bahasa lisan.
Adapun tujuan pengajaran berbicara antara lain:
Melatih siswa melahirkan isi hatinya (pikiran, perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan kalimat yang baik.
Memperbesar dorongan batin akan melahirkan isi hatinya.
Memupuk keberanian berbicara pada anak-anak.
Menambah perbendaharaan bahasa anak.
Dari sudut psikologi humanismenya adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya.
3) Membaca
Membaca adalah mengarahkan siswa untuk dapat mengetahui sesuatu dengan cara langsung mencari/membaca sendiri dalam buku. Melatih siswa menangkap arti bacaan itu dalam waktu yang singkat.Melatih siswa belajar sendiri, untuk memperoleh pengetahuan (nilai praktis).
Membaca dengan teknik yang baik tidak hanya soal gerakan mata (soal lancar), tetapi meliputi pula tepatnya lagu, tekanan, dan lafalnya.
Dengan demikian, tujuan membaca teknik dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Mengajarkan/melatih membaca dengan lancar dan jelas, dengan jalan:
membuat lompatan-lompatan mata yang besar.
mengurangi lompatan-lompatan balik.
memperhatikan isi bacaan sehingga proses asimilasi berlangsung dengan baik.
Mengajar membaca dengan tepat. (Ini juga dipengaruhi proses asimilasi).
Mengajar membaca dengan lagu yang tepat (seperti orang bercakap-cakap), tanda baca menunjukkan jalannya.
Mengajar membaca dengan ucapan yang tepat (lafal harus jelas).
Tujuan membaca:
Meningkatkan kecepatan pemahaman siswa
Memperbaiki kemampuan membaca oral /lisan
Meningkatkan kemampuan apresiasi sastra (menghargai, menggauli, dan menilai karya sastra)
Meningkatkan minat baca
4) Menulis
Menulis adalah kegiatan mengarahkan siswa agar dapat terampil dalam menyusun/memakai bahasa Indonesia dengan baik. Hal ini bertujuan agar siswa dapat aktif dalam mempelajari pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tujuan pengajaran menulis
Siswa mampu menyusun karangan
Siswa mampu menggunakan kaidah bahasa
Siswa mampu berimajinasi
2. Apa saja faktor-faktor pendukung pembelajaran bahasa?
Jawaban:
Faktor-faktor pendukung pembelajaran bahasa:
1) Filter Afektif
Filter afektif digunakan untuk menyaring segala sesuatu yang merupakan masukan dari sekitar pembelajar. Yang termasuk filter afektif adalah motivasi pembelajar, sikap pembelajar, dan keadaan emosi pembelajar.
Filter afektif digunakan untuk menentukan:
Model bahasa sasaran yang dipilih pembelajar;
Bagian bahasa yang harus dikuasai lebih dahulu;
Kapan upaya belajar harus mengalami masa tenang;
Seberapa cepat pembelajar dapat memperoleh bahasa.
Lingkungan sosial mempengaruhi penyaringan, misalnya adanya tuntutan untuk menggunakan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari menuntut siswa untuk belajar bahasa asing tersebut.
Faktor Penentu Filter Afektif:
Percaya diri
Keberhasilan kognitif atau afektif ditentukan oleh derajat kepercayaan diri dan derajat kesadaran akan kemampuan sendiri. Ada korelasi positif antara rasa percaya diri dengan kemampuan anak belajar bahasa. Semakin tinggi percaya diri anak, semakin tinggi pula kinerja belajar bahasa.
Hambatan (inhibisi)
Dalam pembelajar bahasa, Guiora (1927) memperkenalkan ego bahasa, yakni hakikatnya pembelajaran bahasa sangat personal dan egoistis.
Seorang guru harus dapat menurunkan inhibisi secara bermoral supaya pembelajaran berhasil dengan baik. Obat penawar dalam mengatasi ketakutan belajar bahasa adalah menciptakan kerangka afektif yang layak sehingga pembelajar merasa nyaman ketika menggunakan atau belajar bahasa tanpa rasa takut untuk menjadi malu karena ditertawakan guru/teman.
Kesalahan jangan ditertawakan apalagi dihujat. Siswa harus dirangsang untuk percaya diri untuk dapat bereksperimen dan bereksplorasi serta berani mengambil risiko dalam belajar bahasa. Semakin berani mengambil risiko dalam belajar bahasa akan berdampak positif dalam pemerolehan pelajaran.
Kecemasan
Konsep yang berhubungan dengan inhibisi, rasa percaya diri, dan pengambilan resiko adalah kecemasan dalam pembelajaran bahasa.kecemasan adalah perasaan tidak nyaman, frustasi, ragu, dan khawatir.
Macam kecemasan:
Kecemasan paling dalam/global (kecemasan permanen).
Kecemasan momentaris/situasional.
Tiga komponen kecemasan belajar bahasa kedua:
Komunikasi dan pengertian, yang muncul dari ketidakmampuan pembelajar untuk mengeskpresikan secara layak pemikiran/gagasan yang matang.
Takut akan ekuivalensi sosial yang negatif, muncul dari kebutuhan untuk membuat kesan sosial yang positif.
Tes kecemasan, atau pengertian akan evaluasi akademik.
Motivasi
Motivasi merupakan insentif, kebutuhan, atau keinginan yang dirasakan pembelajar bahasa untuk belajar.
Jenis-jenis motivasi:
Motivasi integratif
Motivasi integratif adalah keinginan untuk berperan serta di dalam kehidupan masyarakat yang menggunakan bahasa yang dipelajari pembelajar.
Motivasi instrumental
Motivasi instrumental adalah keinginan untuk menggunakan bahasa karena alasan praktis, misalnya pekerjaan.
Indentifikasi kelompok sosial
Pembelajar ingin mengidentifikasi dirinya sebagai bagian anggota masyarakat.
2) Organisator
Organisator merupakan bagian dari pikiran pembelajar bahasa yang bekerja secara subsadar untuk mengorganisasikan sistem bahasa.Organisator digunakan oleh pembelajar untuk menghasilkan kalimat yang dipelajari melalui hafalan.Organisator adalah faktor yang bertanggung jawab atas pengorganisasian sistem bahasa yang dipelajari yang dikerjakan secara gradual.
3) Monitor
Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang secara sadar memproses informasi. Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang bertanggung jawab terhadap proses kebahasaan secara sadar (belajar(Krashen)).
Pembelajar menggunakan pengetahuan kebahasaannya untuk memformulasikan, membetulkan, atau menyunting secara sadar tuturannya sendiri.
Derajat penggunaan monitor ditentukan oleh:
Umur pembelajar (perkembangan kognitifnya),
Jumlah pengajaran formal yang diperoleh pembelajar.
Hakikat dan pumpunan yang diminta oleh tugas verbal dilakukan
Kepribadian pembelajar
Seperti contoh bagi pembelajaran anak SD kelas I yang kira-kira umur pembelajar ± 6 tahun dengan jumlah pengajaran yang sedikit. Maka proses pembelajaran diberikan dengan metode yang ceria atau dengan metode yang santai dan menyenangkan agar siswa selain dapat memahami materi yang diajarkan juga menyenangi materi yang disampaikan oleh guru.
1) Filter Afektif
Filter afektif digunakan untuk menyaring segala sesuatu yang merupakan masukan dari sekitar pembelajar. Yang termasuk filter afektif adalah motivasi pembelajar, sikap pembelajar, dan keadaan emosi pembelajar.
Filter afektif digunakan untuk menentukan:
Model bahasa sasaran yang dipilih pembelajar;
Bagian bahasa yang harus dikuasai lebih dahulu;
Kapan upaya belajar harus mengalami masa tenang;
Seberapa cepat pembelajar dapat memperoleh bahasa.
Lingkungan sosial mempengaruhi penyaringan, misalnya adanya tuntutan untuk menggunakan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari menuntut siswa untuk belajar bahasa asing tersebut.
Faktor Penentu Filter Afektif:
Percaya diri
Keberhasilan kognitif atau afektif ditentukan oleh derajat kepercayaan diri dan derajat kesadaran akan kemampuan sendiri. Ada korelasi positif antara rasa percaya diri dengan kemampuan anak belajar bahasa. Semakin tinggi percaya diri anak, semakin tinggi pula kinerja belajar bahasa.
Hambatan (inhibisi)
Dalam pembelajar bahasa, Guiora (1927) memperkenalkan ego bahasa, yakni hakikatnya pembelajaran bahasa sangat personal dan egoistis.
Seorang guru harus dapat menurunkan inhibisi secara bermoral supaya pembelajaran berhasil dengan baik. Obat penawar dalam mengatasi ketakutan belajar bahasa adalah menciptakan kerangka afektif yang layak sehingga pembelajar merasa nyaman ketika menggunakan atau belajar bahasa tanpa rasa takut untuk menjadi malu karena ditertawakan guru/teman.
Kesalahan jangan ditertawakan apalagi dihujat. Siswa harus dirangsang untuk percaya diri untuk dapat bereksperimen dan bereksplorasi serta berani mengambil risiko dalam belajar bahasa. Semakin berani mengambil risiko dalam belajar bahasa akan berdampak positif dalam pemerolehan pelajaran.
Kecemasan
Konsep yang berhubungan dengan inhibisi, rasa percaya diri, dan pengambilan resiko adalah kecemasan dalam pembelajaran bahasa.kecemasan adalah perasaan tidak nyaman, frustasi, ragu, dan khawatir.
Macam kecemasan:
Kecemasan paling dalam/global (kecemasan permanen).
Kecemasan momentaris/situasional.
Tiga komponen kecemasan belajar bahasa kedua:
Komunikasi dan pengertian, yang muncul dari ketidakmampuan pembelajar untuk mengeskpresikan secara layak pemikiran/gagasan yang matang.
Takut akan ekuivalensi sosial yang negatif, muncul dari kebutuhan untuk membuat kesan sosial yang positif.
Tes kecemasan, atau pengertian akan evaluasi akademik.
Motivasi
Motivasi merupakan insentif, kebutuhan, atau keinginan yang dirasakan pembelajar bahasa untuk belajar.
Jenis-jenis motivasi:
Motivasi integratif
Motivasi integratif adalah keinginan untuk berperan serta di dalam kehidupan masyarakat yang menggunakan bahasa yang dipelajari pembelajar.
Motivasi instrumental
Motivasi instrumental adalah keinginan untuk menggunakan bahasa karena alasan praktis, misalnya pekerjaan.
Indentifikasi kelompok sosial
Pembelajar ingin mengidentifikasi dirinya sebagai bagian anggota masyarakat.
2) Organisator
Organisator merupakan bagian dari pikiran pembelajar bahasa yang bekerja secara subsadar untuk mengorganisasikan sistem bahasa.Organisator digunakan oleh pembelajar untuk menghasilkan kalimat yang dipelajari melalui hafalan.Organisator adalah faktor yang bertanggung jawab atas pengorganisasian sistem bahasa yang dipelajari yang dikerjakan secara gradual.
3) Monitor
Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang secara sadar memproses informasi. Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang bertanggung jawab terhadap proses kebahasaan secara sadar (belajar(Krashen)).
Pembelajar menggunakan pengetahuan kebahasaannya untuk memformulasikan, membetulkan, atau menyunting secara sadar tuturannya sendiri.
Derajat penggunaan monitor ditentukan oleh:
Umur pembelajar (perkembangan kognitifnya),
Jumlah pengajaran formal yang diperoleh pembelajar.
Hakikat dan pumpunan yang diminta oleh tugas verbal dilakukan
Kepribadian pembelajar
Seperti contoh bagi pembelajaran anak SD kelas I yang kira-kira umur pembelajar ± 6 tahun dengan jumlah pengajaran yang sedikit. Maka proses pembelajaran diberikan dengan metode yang ceria atau dengan metode yang santai dan menyenangkan agar siswa selain dapat memahami materi yang diajarkan juga menyenangi materi yang disampaikan oleh guru.
3. Apa perbedaan dari perolehan dan pembelajaran?
Jawaban:
Beda pemerolehan dengan pembelajaran:
1) Pemerolehan
Sebagian besar terjadi pada diri anak-anak
Tidak direncanakan
Tidak ada metode
Alami /tidak dibuat-buat
Tidak ada target
Tidak ada kurikulum
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerolehan diperoleh seorang anak di luar substansi pendidikan. Karena di luar substansi pendidikan tidak ada perencanaan yang matang, tidak ada metode yang khusus dalam memberikan materinya, proses yang dilakukan dan apa yang diperoleh pun berjalan secara alami dan tidak dibuat-buat.
Pemerolehan dapat dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Seperti misalkan pada perkembangan anak usia dini yaitu 1-2 tahun ketika si anak mulai belajar berbicara, ia akan belajar dari sekelilingnya tau dapat juga mendapat dari orang tuanya untuk memanggil ibu walaupun sangat mungkin anak itu belum mengerti apa itu ibu, pasti anak itu akan memanggil ibu kepada ibunya.
2) Pembelajaran
Terjadi pada orang dewasa
Direncanakan
Diciptakan metode tertentu
Direkayasa/dirancang
Dirancang kurikulumnya
Ada target yg akan dicapai
Pembelajaran ini kebalikan dari pemerolehan, jika pemerolehan diperoleh di luar substansi pendidikan maka pembelajaran diperoleh di dalam substansi pendidikan. Di dalam substansi atau lembaga pendidikan semua materi dan apa yang akan disampaikan oleh guru sudah direncanakan terlebih dahulu. Dalam pembelajaran ini semua hal lebih terprogram dan tersruktur sesuai dengan jenjang pendidikan yang disesuaikan dengan usia maka dibuatlah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, dalam penyampaiannya guru pun memiliki rancangan atau sebuah rekayasa yang dapat dipergunakan untuk memperlancar proses pembelajaran.
1) Pemerolehan
Sebagian besar terjadi pada diri anak-anak
Tidak direncanakan
Tidak ada metode
Alami /tidak dibuat-buat
Tidak ada target
Tidak ada kurikulum
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerolehan diperoleh seorang anak di luar substansi pendidikan. Karena di luar substansi pendidikan tidak ada perencanaan yang matang, tidak ada metode yang khusus dalam memberikan materinya, proses yang dilakukan dan apa yang diperoleh pun berjalan secara alami dan tidak dibuat-buat.
Pemerolehan dapat dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Seperti misalkan pada perkembangan anak usia dini yaitu 1-2 tahun ketika si anak mulai belajar berbicara, ia akan belajar dari sekelilingnya tau dapat juga mendapat dari orang tuanya untuk memanggil ibu walaupun sangat mungkin anak itu belum mengerti apa itu ibu, pasti anak itu akan memanggil ibu kepada ibunya.
2) Pembelajaran
Terjadi pada orang dewasa
Direncanakan
Diciptakan metode tertentu
Direkayasa/dirancang
Dirancang kurikulumnya
Ada target yg akan dicapai
Pembelajaran ini kebalikan dari pemerolehan, jika pemerolehan diperoleh di luar substansi pendidikan maka pembelajaran diperoleh di dalam substansi pendidikan. Di dalam substansi atau lembaga pendidikan semua materi dan apa yang akan disampaikan oleh guru sudah direncanakan terlebih dahulu. Dalam pembelajaran ini semua hal lebih terprogram dan tersruktur sesuai dengan jenjang pendidikan yang disesuaikan dengan usia maka dibuatlah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, dalam penyampaiannya guru pun memiliki rancangan atau sebuah rekayasa yang dapat dipergunakan untuk memperlancar proses pembelajaran.